KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua,
karena berkat Karunia-Nya , kami dapat menyelesaikan salah satu tugas makalah
pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran yang berjudul ”Landasan-Landasan
Pengembangan Kurikulum ”. Dalam penulisan makalah ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1.
Allah SWT yang telah memberikan
nikmat yang tiada henti-hentinya
2.
Drs. Didi Supriadie, M.Pd
3.
Annisa Suliastini, S. Pd
4.
Ence Surahman, S.Pd
5.
Rekan-rekan yang telah memberikan
kontribusi dalam penyusunan makalah ini
Atas bimbingan dan dukungan baik moril dan materil
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca umumnya.
Bandung, 13 Februari 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. LATAR
BELAKANG..........................................................................
B. RUMUSAN
MASALAH......................................................................
C. TUJUAN
MAKALAH.........................................................................
D. METODE
PEMBUATAN MAKALAH..............................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
A. LANDASAN FILOSOFIS
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.....................................................................................
1.
Pengertian.......................................................................................
2.
Manfaat Filsafat
Pendidikan...........................................................
3.
Filsafat Dan Tujuan
Pendidikan.....................................................
4.
Kurikulum Dan Filsafat
Pendidikan...............................................
5.
Aliran Dan Filsafat
Pendidikan......................................................
B. LANDASAN PSIKOLOGIS
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.....................................................................................
1.
Pengembangan Peserta
Didik Dan Kurikulum...............................
2.
Psikologi Belajar Dan
Perkembangan Kurikulum..........................
C. LANDASAN SOSIOLOGIS
DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.....................................................................................
1.
Masyarakat Dan
Kurikulum...........................................................
2.
Kebudayaan Dan
Kurikulum..........................................................
D. LANDASAN ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.................................................
BAB III PENUTUP.........................................................................................
A. SIMPULAN..........................................................................................
B. SARAN.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kurikulum
sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, karena kurikulum ada suatu
tatanan yang bisa membuat jalannya pendidikan menjadi lebih baik. Kurikulum
akan terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan-perubahan akan
terus terjadi dalam kurikulum, karena perkembangan ilmu pengetahuan semakin
meningkat, maka kurikulum haruslah menyesuaikan dengan kondisi, agar terarah
dan terukur bila di terapkan dalam dunia pendidikan.
Dengan
diterapkannya kebijakan pemerintah (DepDikNas) yaitu pengembangan kurikulum
operasional dilakukan setiap satuan pendidikan dengan program kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan pendidikan
harus memiliki pemahaman kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan
rujukan dan implementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang
dikelola.
Kurikulum
adalah rencana pendidikan yang sangat berpengaruh dalam pendidikan. Kurikulum
haruslah dipahami dan dikuasai oleh setiap jajaran pendidikan agar kurikulum
bisa diterapkan, karena kurikulum sangat berpengaruh da menentukan nasib
pendidikan, maka kurikulum haruslah di buat dengan semaksimal mungkin.
Kurikulum yang kuat sangat diharapkan dalam kemajuan dan perkembangan dunia
pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu landasan kurikulum yang sangat
kokoh agar kurikulum bisa di jalankan semaksimal mungkin.
Dalam
hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama
dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3)
sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar setiap bentuk
lndasan ini bisa berjalan dan diterapkan, maka akan dibahas di bawah ini dari
setiap landasan tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
itu landasan Filsafat?
2. Apa
itu landasan Psikologis?
3. Apa
itu landasan Sosiologis?
4. Apa
itu lndasan IPTEK
5. Bagaimana
kaitannya landasan Fislafat dengan kurikulum?
6. Bagaimana
kaitannya landasan Psikologis dengan kurikulum?
7. Bagaimana
kaitannya landasan Sosiologis dengan kurikulum?
8. Bagiaman
kaitannya landasan IPTEK dengan kurikulum?
9. Tujuan
landasan-landasan tersebut?
C.
TUJUAN
MAKALAH
Setelah membahas keempat jenis landasan ini, pembaca
di harapkan bisa memiliki pehamana sebagai berikut:
1. Dapat
memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan Filososfis dalam
pengembangan kurikulum.
2. Dapat
memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Psikologisdalam pengembangan
kurikulum.
3. Dapat
memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Sosiologis. dalam
mengembangkan kurikulum.
4. Dapat
memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dalam mengembangkan kurikulum.
D.
METODE
PEMBUATAN MAKALAH
Metode yang digunakan
dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka yangdilakukan dengan mencari
dan membaca berbagai literatur berupa media cetak dan elektronik.
BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN-LANDASAN
PENGEMBANGAN KURIKULUM
A.
LANDASAN
FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa
Inggris ‘phylosophy’ yang berarti
cinta kebijaksanaan. Sedangkan secara opereasional, filsafat mengandung dua pengertian, yaitu filsafat
sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau
pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan, 2011: 77-78).
Ada beberapa beberapa bentuk filsafat
yang punya hubungan lebih erat dengan pendidikan yaitu :
·
Metafisika : yaitu
filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
·
Efistimologi: yaitu filsafat
yang membahas tentang suatu kebenaran.
·
Oksiologi: yaitu
filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari
berbagai ilmu pengetahuan
·
Humanologi.
Filsafat
membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang
masalah- masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran
– pemikiran filosof untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.Filsafat letak
jantung pendidikan, hal ini menjelaskan bahwa kurikulum merespon banyak
pertanyaan tentang bagaimana agar bisa lebih baik. Philosophy lies at the heart of educational endeavor, this is perhaps
more evedent in curriculum is a response to the questionof how to live good
life (John Dewey: 1916).
Landasan
filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena
filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam
pengembangan kurikulum senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu,
sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Landasan
filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah solusi
dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis
suatu kurikulum akan lebih mudah di kembangkan
2.
Manfaat
Filsafat Pendidikan
Menurut Nasution
(1982) ada beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a. Filsafat
pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui
pendidikan di sekolah.
b. Dengan
adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat
gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c. Filsafat
dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha
pendidikan.
d. Tujuan
pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu
tercapai.
e. Tujuan
pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
3.
Filsafat
dan Tujuan Pendidikan
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan, terutama dalam menentukan arah dan tujuan
pendidikan. Filsafat akan menentukan
arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang
pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok
masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat
mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan
sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang
seharusnya dicapai.
Sistem nilai atau filsafat yang dianut
oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan
tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara
tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut.
Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan
pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat
yang dianutnya.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia
bersumber pada pandangan hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
yaitu Pancasila. Ini berarti
bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia
yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan
oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah
Pancasila itu sendiri.
Nilai-nilai filsafat Pancasila yang
dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional
seperti tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional , yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut,
tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.
4.
Kurikulum
dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat
untuk mencapai tujuan pendidikan. Karena
tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu
bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga
harus mencerminkan falsafah
atau pandangan hidup yang dianut
oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat
antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang dianutnya.
5.
Aliran
dan Filsafat Pendidikan
Menurut Redja Mudyahardjo (1989)
terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam
pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya,
yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum
konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya terhadap pendidikan sebagai berikut:
a. Idealisme
1) Konsep-konsep
Filsafat
a. Metafisika
(hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual
atau rohaniah.
b. Humanologi
(hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional. Kemampuan berpikir menyebabkan adanya
kemampuan memilih.
c. Epistemologi
(hakikat pengetahuan): Pengetahuan yang
benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir.
Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar
manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.
d. Aksiologi
(hakikat nilai): Kehidupan manusia
diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan
atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.
2)
Konsep-konsep
Pendidikan
a.
Tujuan pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal
dan informal, pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju
pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b.
Isi pendidikan:
Pengembangan kemampuan berpikir melalui
pendidikan liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu
mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c.
Metode pendidikan: Metode pendidikan yang disusun
adalah metode dialektik/dialogik, meskipun demikian setiap metode yang efektif
mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung mengabaikan dasar-dasar
fisiologis dalam belajar.
d.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya.
Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan ilmiah.
Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta
didik dapat belajar secara efisien dan efektif.
b. Realisme
1) Konsep-konsep
Filsafat
a. Metafisika
(hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau
materi.
b. Humanologi
(hakikat manusia): Hakikat manusia
terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme
yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir. Manusia mungkin
mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c. Epistemologi
(hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan
menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa
kesesuaiannya dengan fakta. Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia
diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih
rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji
dalam kehidupan.
2) Konsep-konsep
Pendidikan
a. Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah
dapatmenyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung
jawab social
b. Isi
pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua
pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab
sosial. Kurikulum berisi unsure-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk
mengembangkan kemmapuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan
bekerja.
c. Metode
pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode
mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan
merupakan sebuah metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realism.
d. Peranan
peserta didik dan pendidik: Dalam hubungannya dengan
pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat
berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk
setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik
adalah menguasai pengetahuan, terampil
dan teknik mendidik, dan
memiliki kewenangan untuk mencapai hasil
pendidikan yang dibebankan kepadanya.
c. Pragmatisme
1) Konsep-konsep
Filsafat
a. Metafisika
(hakikat realitas): Suatu teori umum
tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya
adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan adalah berubah
(becoming).
b. Humanologi
(hakikat manusia): Manusia adalah hasil
evolusi biologis, psikologis dan sosial.
Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai
kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.
c. Epistemologi
(hakikat pengetahuan): Pengetahuan
bersifat relatif dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang
ternyata berguna bagi kehidupan.
d. Aksiologi
(hakikat nilai): Ukuran tingkah laku
perorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam
pengalaman-pengalaman hidup. Ini berarti
tidak ada nilai yang absolut.
2) Konsep-konsep
Pendidikan
a. Tujuan
pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk
memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat.
Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi
terdapat dalam setiap proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan
adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b. Isi
pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang
telah teruji serta minat-minat dan
kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan
antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c. Metode
pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode
utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi
kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu
kesimpulan, Pengetesan melalui suatu
eksperimen.
Peranan
peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme yang rumit
yang mampu tumbuh.Peranan
pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa
terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.
B. LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kondisi
psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya,
latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa
dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks,
peranan, dan status individu diantara individu-individu lainnya. Interaksi yang
tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para
peserta didik maupun kondisi pendidiknya.
Kurikulum
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan
proses perubahan perilaku peserta didik. Adanya kurikulum diharapkan dapat
membentuk tingkah laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual dan
potensial dari setiap peserta didik, serta kemampuan-kemampuan baru yang
dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Psikologi
merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan
oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses
pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi
interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga
antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan
makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Menurut Nana Syaodih
Sukmadinata (2006 : 50) ”kondisi psikologis adalah kondisi
karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku
tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak
maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor.
Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda
dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar
berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.
Anak
didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas
utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut.
Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum,
tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan
hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud berkaitan dengan segi materi
atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian
atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan
lainnya.
Pada
dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses
pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji
tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang
berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar.
Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.
1. Perkembangan
Peserta Didik Dan Kurikulum
Setiap
individu dalam hidupnya melalui fase-fase perkembangan. Mengenai penentuan
fase-fase perkembangan tersebut para ahli mempunyai pendapat yang berlainan.
Dalam
hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu Yusuf
(2005:23), menegaskan bahwa penahapan
perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat elektif, artinya tidak terpaku
pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai
pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Menurut Syamsu Yusuf tahap-tahap
perkembangan peserta didik yaitu:
1. Masa
usia PraSekolah (0 tahun-6 tahun)
2. Masa
usia sekolah dasar (6 tahun-12 tahun)
3. Masa
usia sekolah menengah (12 tahun-18 tahun)
4. Masa
usia mahasiswa (18 tahun-25 tahun)
Setiap
tahap perkembangan memiliki
karakteristik tersendiri, karena ada
dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan
tahap perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik
profil pada setiap tahapan perkembangannya.
Syamsu Yusuf (2005:23-27) menguraikan karakteristik tahap-tahap
perkembangan individu yang digambarkan di atas sebagai berikut:
1) Masa Usia Prasekolah
Masa
usia prasekolah dapat dirinci menjadi dua masa, yaitu masa vital dan masa
estetik. Pada masa vital, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk
merespon berbagai hal yang terdapat di lingkungannya. Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan
individu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber
kenikmatan dan ketidaknikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam
mulutnya, tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi
karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan
belajar. Pada masa ini perkembangan
fisik berlangsung sangat pesat dibandingkan dengan aspek-aspek perkembangan
lainnya.
Pada
tahun kedua anak telah belajar berjalan, dengan mulai berjalan anak akan mulai
belajar menguasai ruang dari ruang yang paling dikenalnya menunju ruang yang
lebih jauh. Pada tahun kedua juga, umumnya terjadi pembiasaan terhadap
kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan, an aka belajar
mengendalikan dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya misalnya buang
air kecil atau buang air besar. Masa estetik
adalah masa berkembangnya rasa keindahan dan masa peka bagi anak untuk
memperoleh rangsangan (stimulasi) melalui seluruh inderanya (pengl ihatan,
penciuman, pendengaran, pengecap, da peraba). Para ahli pendidikan anak usia
dini menyebut masa ini adalah “the golden age” atau masa emas, karena masa ini adalah saat
yang tepat bagi anak untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangannya secara
menyeluruh.
2)
Masa
Usia Sekolah Dasar
Fase
ini disebut juga periode intelektual, karena pada usia ini anak mulai
menunjukkan perhatian yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan tentang alam
dan sekitarnya. Pada usia 6-7 tahun biasanya anak telah memiliki kesiapan untuk mengikuti kegiatan belajar di
sekolah dasar. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas yang
harus diselesaikan, dan cenderung mudah untuk belajar berbagai kebiasaan
seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada waktu dan tempatnya dibandingkan dengan masa prasekolah.
3)
Masa
Usia Sekolah Menengah
Masa usia sekolah menengah
bertepatan dengan masa remaja.
Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang
menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa.
Pemahaman tentang perkembangan peserta
didik sebagaimana diuraikan di atas
berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
1) Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai
dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2) Di
samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, juga
perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3) Lembaga
pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar
baik yang bersifat kejuruan
maupun akademik. Bagi anak yang
berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke
jenjang pendidikan berikutnya.
4) Kurikulum
memuat tujuan-tujuan yang mengandung
aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi
lain dari pemahaman tentang peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual
curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan
pembelajaran yang dirumuskan secara
operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2) Bahan/materi
yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kebutuhan peserta
didik sehingga hasilnya bermakna bagi mereka.
3) Strategi
belajar mengajar yang digunakan harus
sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
4) Media
yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5) Sistem
evaluasi harus dilaksanakan secara
terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.
2.
Psikologi Belajar Dan Perkembangan
Kurikulum
Psikologi
belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Pembahasan tentang psikologi belajar erat kaitannya dengan teori
belajar. Pemahaman tentang
teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali
kondisi objektif terhadap individu
anak yang sedang mengalami proses
belajar dalam rangka pertumbuhan dan
perkembangan menuju kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang
berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi
para pengembang kurikulum baik di tingkat makro maupun tingkat mikro untuk merumuskan model kurikulum yang
diharapkan.
Pendekatan terhadap belajar berdasarkan satu teori
tertentu merupakan asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya
berkaitan dengan aspek-aspek dan akibat
yang mungkin ditimbulkannya. Sedikitnya
ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh
terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar
tersebut adalah:
a) Teori
psikologi kognitif (kognitivisme),
b) teori
psikologi humanistic, dan
c) teori
psikologi behavioristik.
1) Teori
Psikologi Kognitif (Kogitivisme)
Teori
psikologi kognitif dikenal dengan cognitif gestalt field. Teori belajar
ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field.
Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan insight atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman
lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat
belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif.
Pemahaman atau insight merupakan citra dari
atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
Teori
belajar Goal Insight berkembang dari
psikologi configurationlism. Menurut
mereka, individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan
lingkungan. Belajar merupakan usaha
untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu
tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi
kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai
situasi. Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak cerdas, berwawasan luas, dan
mampu memecahkan berbagai masalah.
Teori
belajar kognitif bersumber pada psikologi lapangan (field psychology), dengan tokoh utamanya
Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam suatu lapangan psikologi yang oleh
Kurt Lewin disebut life space. Dalam
lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang mendorong
pencapaian tujuan adalah dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi.
Perbuatan individu selau terarah pada pencapaian sesuatu tujuan, oleh karena itu sering dikatakan
perbuatan individu adalah purposive. Apabila ia telah berhasil
mencapai suatu tujuan maka timbul tujuan yang lain yang ingin dicapai dan
berada dalam life space baru. Setiap
orang berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik di dalam lapangan psikologisnya
masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari
orang-orang dan linkungan psikologisnya didalam suatu situasi. Tingkah laku
seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang
saling bergantung pada\ yang lain.
Istilah cognitive berasal dari bahasa Latin “cognose” yang berarti mengetahui (to know). Aspek ini dalam teori belajar cognitive field berkenaan dengan bagaimana individu memahami
dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan
pengenalannya serta berbuat terhadap lingkungannya. Bagi penganut cognitive
field, belajar merupakan suatu proses interaksi, dalam proses interaksi
tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau menemukan struktur kognitif lama.
Dalam membimbing proses belajar, guru harus mengerti akan dirinya dan orang
lain, sebab dirinya dan orang lain serta lingkungannya merupakan suatu
kesatuan.
Para
ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada perubahan dalam aspek
kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu kegiatan mental internal yang tidak
dapat diamati secara langsung. Menurut
teori ini cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak, dimana cara belajar orang
dewasa lebih banyak melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Menurut Piaget (1954) cara-cara tertentu
berpikir yang dipandang sederhana oleh orang dewasa tidak demikian sederhana
dipandang oleh anak-anak. Untuk
menjelaskan proses belajar harus mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan)
yang turut ambil bagian selama proses belajar berlangsung. Teori ini juga menyatakan bahwa satu unsur
yang paling penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa individu ke
dalam situasi belajar, artinya segala sesuatu yang telah kita ketahui sangat
menentukan keluasan pengetahuan dan informasi yang akan kita pelajari.
Teori
belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang
memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan
masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu
pemahaman baru. Karena itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi (information processing theory ).Piaget
(1970)memperkenalkan empat faktor yang mendasari seseorang membuat pemahaman,
yaitu:
a. Kematangan,
yaitu saatnya seseorang siap
melaksanakan suatu tugas
perkembangan tertentu.
b. Aktivitas,
adalah kemampuan untuk bertindak terhadap lingkungan dan belajar darinya.
c. Pengalaman
sosial, proses belajar dari orang lain atau interaksi dengan orang-orang yang
ada di sekitar kita
d. Ekuilibrasi
adalah proses terjadinya perubahan-perubahan aktual dalam berpikir.
Para
ahli psikologi kognitif memandang bahwa kemampuankognisi seseorang mengalami
tahapan perkembangan. Tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut
menggambarkan kemampuan berpikir seseorang sesuai dengan usianya. Piaget (Woolfolk, 206:33) membagi tahapan
perkembangan kognitif dari usia anak sampai dewasa menjadi empat tahap sebagai
berikut:
A. Tahap
sensorimotor (0-2 tahun), tingkah laku anak pada tahapini dikendalikan oleh perasaan dan aktivitas motorik. Anak
belajar melalui inderanya dan dengan cara memanipulasi benda -benda.
B. Tahap
praoperasional (2-7 tahun). Tahap ini dibagi ke dalam dua fase yaitu:
1. Subtahap
fungsi simbolik (2-4 tahun), adalah priode egosentris yang sesungguhnya, anak
mampu mengelompokkan dengan cara yang sangat sederhana.
2. Subtahap
fungsi intuitif (4-7 tahun), anak secara
perlahan mulai berpikir dalam bentuk kelas, menggunakan konsep angka, dan
melihat hubungan yang sederhana.
C. Tahap
operasi kongkrit (7-11 tahun), mampu
memecahkan masalah kongkrit, mengembangkan kemampuan untuk menggunakan dan
memahami secara sadar operasi logis
dalam matematika, klasifikasi dan rangkaian.
D. Tahap
operasi formal (11 tahun-dewasa),
mampu memahami konsep abstrak
(kemampuan untuk berpikir tentang ide, memahami hubungan sebab akibat, berpikir
tentang masa depan, dan mengembangkan serta menguji hipotesis).
Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan
Piaget di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa cara berpikir anak prasekolah
berbeda dengan anak usia SD, demikian pula cara berpikir anak SD berbeda dengan
cara berpikir anak SLTP, SLTA. Karena itu teori perkembangan kognitif Piaget
mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar harus memperhatikan tahap
perkembangan kognisi anak. Ini berarti bahwa guru mempunyai peranan penting untuk
menyesuaikan keluasan dan kedalaman program belajar, menggunakan
strategi pembelajaran, memilih media dan sumber belajar dengan tingkat perkembangan kognisi anak.
Berdasarkan
teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan dalam proses
belajar mengajar sebagai berikut:
A. Merancang
program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan
mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan
lingkungan.
B. Mendiagnosa
tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang sejajar
dengan tingkat perkembangannya.
C. Mendorong
perkembangan murid kearah perkembangan berikutnya dengan cara memberikan
latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi. (Y. Suyitno, 2007:101-102).
2) Teori
Psikologi Behavioristik
Teori
belajar behavioristik disebut juga Stimulus-Respon Theory (S-R). Kelompok ini mencakup tiga teori
yaitu S-R Bond, Conditioning, dan Reinforcement. Kelompok teori ini berangkat dari asumsi
bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari
kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari
lingkungan. Lingkunganlah yang
membentuknya, apakah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat; lingkungan manusia,
alam, budaya, maupun religi. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang
bersifat mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati
dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
Teori
S-R Bond (stimulus-respon) bersumber dari psikologi keneksionisme atau teori
asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun Behaviorisme. Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk
kepada hukum stimulus–respon atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan
suatu stimulus dan direspon oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang
diterima individu dapat merupakan stimulus yang mengakibatkan terespon memetik
bunga tersebut. Demikian halnya dengan
belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus-respon. Belajar adalah upaya
membentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya. Tokoh utama dari teori
ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum belajar yang terkenal dari
Thorndike, yaitu law of readiness, law of excercise or repetition dan
law of effect (Bigge dan
Trust, 1980:273).
Menurut
hubungan kesiapan (law of readiness), hubungan antara stimulus dan respons akan
terbentuk atau mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada si stem syaraf
individu. Selanjutnya, hukum latihan (law of exercise) atau pengulangan, hubungan antara stimulus
dan respon akan terbentuk apabila sering
dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat (law of
effect) , hubungan stimulus-respon akan terjadi apabila ada akibat yang
menyenangkan.
Teori
kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning
atau stimulus-responce with conditioning.
Tokoh utama dari teori ini adalah John
B. Watson, terkenal dengan percobaan conditioning pada anjing. Belajar atau
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi
tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas
misalnya dibunyikan bel, demikian
setiap hari dan setiap pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi
anak sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu makan pagi, siang dan makan malam
dikondisikan oleh bunyi jam dan atau jarum jam.
Teori
ketiga adalah reinforcement dengan tokoh
utamanya C.L.Hull. Teori ini berkembang dari teori psikologi, reinforcement merupakan perkembangan
lanjutan dari teori S-R Bond dan conditioning.
Kalau pada teori conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka pada teori reinforcement
kondisi diberikan pada respon. Karena anak belajar sungguh-sungguh
(stimulus) selain ia menguasai apa yang diberikan (respon) maka guru memberi
angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka tinggi, pujian dan hadiah
merupakan reinforcement, supaya pada
kegiatan belajarnya akan lebih giat dan sungguh-sungguh.
Contoh reinfcement
dalam pembelajaran reinforcement. Disamping reinforcement positif seperti itu
dikenal pula Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori
psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi
perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik.
b. Mengidentifikasi
perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk kompetensi yang
diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam tahap-tahap
kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan
dicapai dalam proses belajar.
c. Mengidentifikasi reinforce
yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata pelajaran, kegiatan
belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa.
d. Menghindarkan
perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola perilaku yang
dikehendaki (Y. Suyitno, 2007:106)
3) Teori
Psikologi Humanistik
Tokoh
teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan
bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor
internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga
dengan “self theory”. Manusia yang
mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya,
mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan
berfungsi atau full functioning person
(Y. Suyitno, 2007:103).
Berbeda
dengan teori belajar behavioristik,
teori humanistik menolak proses mekanis dalam belajar, karena belajar adalah
suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh.
Keberhasilan siswa dalam belajar
tidak ditentukan oleh guru atau
faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri. Belajar melibatkan faktor intelektual dan
emosional. Aliran ini percaya bahwa
dorongan untuk belajar timbul dari dalam diri sendiri (motivasi
intrinsik). Carl R. Roger (Y. Suyitno,
2007:103) mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi
humanistik sebagai berikut:
A. Manusia
mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi dan
mengasimilasi pengalaman baru.
B. Belajar
akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
C. Belajar
diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, sikap
merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
D. Belajar
dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik intelektual
maupun perasaan.
E. Sikap
berdiri sendiri, kreativitas dan percaya
diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri. Penilaian dari luar merupakan hal yang sekunder.
Bertentangan
dengan teori behavioristik yang lebih menekankan
partisipasi aktif guru dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar
behavioristik adalah sebagai pembimbing,
sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam belajar.
Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai
berikut:
A. Membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar.
B. Membantu
siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan kesempatan secara
bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan ingin mereka pelajari.
C. Membantu
siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar.
D. Menyediakan
usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai sumber belajar
bagi siswa. (Y. Suyitno, 2007:104)
Guru
berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai seorang
yang memiliki potensi , minat, kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan
dirinya secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa siswa adalah
sumber belajar yang potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori
belajar ini lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.
C.
LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan
sosiologis pengembangan kuikulum adalah asumsi – asumsi yang berasal dari
sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan
kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis dikarenakan anak-anak yang
berasal dari masyarakat mendapatkan pendidikan baik formal, informal, maupun
non foral dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam
kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan
segala karakterisasinya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam
melaksanakan pendidikan.
Apabila
dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan
individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah
proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi , pendidikan adalah
‘enkulturasi’atau pembudayaan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997:58) bahwa
‘Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain
dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti,
dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan
perkembangan masyarakat tersebut’ . kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta
didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan
kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk yang berbudaya.
1.
Masyarakat Dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok
individu yang diorganisasikan sendiri ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda,
atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya
sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Setiap
masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sehingga yang membedakan satu
sama lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang
terjadi keyakinan pemikiran seseorang. Dan reaksi seseorang terhadap
lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaa dimana ia hidup.
Menurut Daud Yususf (1982), terdapat
tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses
pendidikan, yaitu (1) logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran, (2)
estetika yang berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan (3) etika yang
berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah
nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebgai akibat dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan
manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga
tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan
hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai
dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan dalam konteks ini kurikulum harus
dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut dengan memenuhi dari segi
kurikulum, segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya, oelh karena itu guru
sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi
perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan
berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.
Penerapan teori, prinsip, hukum dan
konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam
kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat,
sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalma hidupnya.
Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan
masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun,
Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuan fungsi sosial pendidikan, yaitu :
1. Mengajar
keterampilan
2. Mentransmisikan
budaya
3. Mendorong
adaptasi lingkungan
4. Membentuk
kedisiplinan
5. Mendorong
bekerja berkelompok
6. Meningkatkan
perilaku etika, dan
7. Memilih
bakat dan memberi penghargaan prestasi
Perubahan
sosial budaya, perkembangan ilu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat
baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri.
Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda
dengan masyarakat modern. Karena itu sangatlah penting memperhatikan faktor
karakteristik masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat
dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai IPTEK, dan kebutuhan yang ada
dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses
pendidikan yang relevan dan agar tercipta proses pendidikan yang sesuai
diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor
perkembangan masyarakat.
2.
Kebudayaan Dan Kurikulum
Kebudayaan
dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan,
kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nnilai yang telah disepakati oleh
masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap
perwujuda dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta
perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan kepribadian mansia,
perkembangan hubungan dengan manusia, hubungna manusia dengan alam, dan
hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kebudayaan diwujudkan dalam tiga
gejala :
1. Ide,
konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini
bersifat abstrak yang erada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di
tempat kebudayaan itu berada
2. Kegiatan,
yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan disebut sistem
sosial, dimana aktivitas mausia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan
diobservasi. Tindakan berpola manusia tetu didasarkan oleh wujud kebudayaan
yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia yang
merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah
dimilikinya
3.
Benda hasil karya
manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau
hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketida
ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua
Faktor
kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan
pertimbangan :
1. Individu
lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan sebagainya. Dan hal tersebut dapat diperoleh individu melalui
interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan
sekolah/lembaga pendidikan. Maka sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas
khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu
alat yang disebut kurikulum
2. Kurikulum
pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek
sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat
beragam, seprti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya.
Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar
dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota
masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya.
Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk
mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum
seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Pendidikan
beruatan kebudayaan khusus untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan berkenaan
dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Indonesia
memiliki ciri khas mengenai adat istiadat yang beragam dari setiap wilayahnya.
Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan tetapi juga kondisi alam
dan lingkungan sosialnya dan hal tersebut harus dilestarikan dan dikembnagkan
melalui upaya pendidikan. Dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kuruikulum
sekolah mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dala menetapkan
materi kurikulum muatan lokal. Dan gagasan pemerintah untuk melestarikan
pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut dimulai pada sekolah dasar, telah
diwujudkan dalam keputusan Menter Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987
Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian
disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987.
Mnedikbud menyatakan : ‘Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal
dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya
semata-mata. Semua anak berhak mendapatkan kesempatan guna lebih terlibat dalam
mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri’ 9Umar Tirtarahardja dan
Ia Sula, 2000:274).
Muatan lokal adalah pendidikan yang isi dan media
penyapaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan
lingkungan budaya serta kebutuhan daerah. Yang dimaksud isi adalah materi
pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program
untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan guru. Media penyampaian adalah metode
dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan
lokal yang diambil dari menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan
peserta didik.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah
dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah mata pelajaran keterampilan,
kesenian, dan bahasa daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat
dilihat dari kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam
hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal bertujuan :
a. Melestarikan
dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.
b. Mengubah
nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dillihat dari sudut kepentingan peserta didik
pengembangan kurikulum uatan lokal bertujuan :
a. Meningkatkan
pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial, dan
budaya).
b. Mengakrabkan
peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan
lingkungannya.
c. Menerapkan
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang
ditemukan di lingkungan sekitarnya.
(Umar
Tirtarahardja dan La Sula, 2000:276)
D.
LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIS DALAM
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pada
awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif
sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat.
Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Akal manusia telah mampu
menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Dari
para ahli, kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu.
Hal ini berarti, perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan
sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan atau ilmu ynag lainnya. Sumbangan yang
berupa penggunaan tau penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap
bidang-bidang lain disebut teknologi seperti yang Menurut Iskandar Alisyahbana
“Teknologi ialah cara melakukan sesuatu
untuk memenuhi kehidupan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware
dan software), sehingga
sekan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh.
Perkembangan
yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah perkembangan teknologi
transportasi, komunikasi, dan informatika, serta media cetak. Perkembangan teknologi terbesar dalam
pertengahan abad ke-20 berkenaan dengan penjelajahan luar angkasa. Temuan-temuan
dibidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi ruang angkasa
dan kemiliteran.
Kemajuan
cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir
telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia
sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan
politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan
cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu,
dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan
melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat
pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan
canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan
meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses,
memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan
antisipatif terhadap ketidakpastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu
merubah tatanan kehidupan manusia.
Pendidikan
juga mendapat pengaruh yang cukup besar dari ilmu dan technology. Pendidikan
sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan merupakan
salah satu aspek sosial. Pendidikan tiadak terbatas pada pendidikan formal
saja, melainkan juga pendidikan
nonformal. Sebab pendidikan meliputi segala usaha sendiri atau usaha
pihak luar untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan, memperoleh
keterampilan, dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Perkembangan
IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan
pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah memberikan isi atau materi atau bahan yang akan disampaikan dalam
pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknolgi menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat
menimbulkan problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan,
keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan. Oleh karena itu,
kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.
Ilmu
pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang
dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk
memecahkan masalah-masalah praktis dalam
kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah
berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak
didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato,
Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Seiring
dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan
-temuan baru dalam berbagai bidang
kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan
kehidupan lainnya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok
tertentu. Baik secara langsung maupun
tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut
berpengaruh pula terhadap pendidikan.
Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal -balik dengan
pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat
-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam
pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk
mengaplikasikannya.
Kegiatan
pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri
seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan
alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan,
apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih,
menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai dari para
guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan
merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat
yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka penge mbangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum
yang di dalamnya mencakup pengembangan
isi/materi pendidikan, penggunaan
strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung menuntut dunia
pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi
sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan
memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara
kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan
pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang
kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam
Dari setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah
dibahas dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu
landasan dalam sebuah kurikulum, karena kurikulum adalah sebuah rencana
pendidikan, diperlukan landasan yang sangat akurat. Agar nantinya bisa membantu
dalam pengembangan dan kemajuan proses pendidikan serta tujuan pendidikan yang
sebenarnya.
Oleh karena itu landasan yang digunakan untuk
mengembangkankan kurikulum harus dicari dengan seleksi yang ketat agar
menghasilkan landasan yang kuat dan tepat. Pemahaman dan cara implementasi yang
tepat adalah awal yang baik untuk menajalankan kurikulum. Karena kerugian pendidikan sangat besar jika kurikulum
tersebut tidak dilakukan dengan baik. Peran kurikulum ini sangat berpengaruh,
jadi dibutuhkan landasan yang kokoh dan kuat serta implementasinya yang tepat.
B.
SARAN PENULIS
Sejalan
dengan kesimpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut:
1.
Pembaca harus
benar-benar bisa menjalankan dan memahami kurikulum serta landasan dalam
pengembangan kurikulum.
2.
Dalam penulisan
makalah ini, penulis yakin masih banyak kekurangan yang belum dapat
disempurnakan oleh penulis, oleh karena itu semoga teman-teman yang membaca dapat menyempurnakan
kekurangan-kekurangan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Musafa, Nanang. (2012). Peran Landasan Pengembangan
Kurikulum Terhadap Komponen Materi Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://kampus215.blogspot.com/2012/11/peran-landasan-pengembangan-kurikulum.html
(7 Pebruari 2013)
Mukrima, Syifa. (2012). Landasan Pengembangan
Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/SyifaMukrimaa/landasan-pengembangan-kurikulum-15129959
(7 Pebruari 2013)
Muhtar, Zulkifli. (2011). Makalah Landasan
Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:http://blogzulkifli.wordpress.com/2011/06/06/makalah-landasan-pengembangan-kurikulum/ (7
Pebruari 2013)
Yuliawati, Lilis. (2010). Pentingnya Landasan
Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [Online].
Tersedia: http://hipkin.or.id/pentingnya-landasan-psikologis-dalam-pengembangan-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan/ (7
Pebruari 2013)
Rudi, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu
Pengetahuan Dan teknologi Dalam Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-sosiologis-ilmu-pengetahuan.html
(7 Pebruari 2013)
Nurdin, Ahmat. (2012). Landasan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dalam Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.ahmatnurdin.com/landasan-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-dalam-pengembangan-kurikulum.html
(7 Pebruari 2013)
Kasep, Carli. (2012). Kebudayaan Dan
kurikulum.[Online]. Tersedia: http://id.scribd.com/doc/97550350/19/Kebudayaan-dan-Kurikulum
(7 Pebruari 2013)
Masitoh. (2012). Landasan Kurikulum. [Online].
Tersedia: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/194806261980112-MASITOH/ (7
Pebruari 2013)
Tim pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran.2009.
Kurikulum dan Pembelajaran.Bandung: Jurusan Kurtekpen FIP UPI
Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan. 2011. Landasan
Pendidikan .UPI:
Bandung
Best Hotels Near Carson Casino Casino & Spa in Carson City, Nevada
BalasHapusCarson City Casino & 정읍 출장안마 Spa · 제천 출장마사지 Harrah's Lake Tahoe · Eldorado Hotel & 포천 출장마사지 Casino 충청남도 출장샵 · Grand Canyon Hotel & Casino 영천 출장샵 · Harrah's Lake Tahoe · The V