Minggu, 22 Desember 2013

MAKALAH LANDASAN-LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan  rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua, karena berkat Karunia-Nya , kami dapat menyelesaikan salah satu tugas makalah pada mata kuliah Kurikulum dan Pembelajaran yang berjudul ”Landasan-Landasan Pengembangan Kurikulum ”. Dalam penulisan makalah ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1.      Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tiada henti-hentinya
2.      Drs. Didi Supriadie, M.Pd
3.      Annisa Suliastini, S. Pd
4.      Ence Surahman, S.Pd
5.      Rekan-rekan yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini
Atas bimbingan dan dukungan baik moril dan materil sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk lebih menyempurnakan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca umumnya.

Bandung, 13 Februari 2013

                                                                                                                                            Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................        
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................        
A.    LATAR BELAKANG..........................................................................        
B.     RUMUSAN MASALAH......................................................................       
C.     TUJUAN MAKALAH.........................................................................        
D.    METODE PEMBUATAN MAKALAH..............................................        
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................        
A.    LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENGEMBANGAN   KURIKULUM.....................................................................................        
1.      Pengertian.......................................................................................
2.      Manfaat Filsafat Pendidikan...........................................................        
3.      Filsafat Dan Tujuan Pendidikan.....................................................
4.      Kurikulum Dan Filsafat Pendidikan...............................................
5.      Aliran Dan Filsafat Pendidikan......................................................
B.     LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.....................................................................................        
1.      Pengembangan Peserta Didik Dan Kurikulum...............................
2.      Psikologi Belajar Dan Perkembangan Kurikulum..........................
C.     LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.....................................................................................        
1.      Masyarakat Dan Kurikulum...........................................................
2.      Kebudayaan Dan Kurikulum..........................................................
D.    LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM.................................................                                  
BAB III PENUTUP.........................................................................................        
A.    SIMPULAN..........................................................................................                    
B.     SARAN.................................................................................................        
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Kurikulum sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, karena kurikulum ada suatu tatanan yang bisa membuat jalannya pendidikan menjadi lebih baik. Kurikulum akan terus berjalan seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan-perubahan akan terus terjadi dalam kurikulum, karena perkembangan ilmu pengetahuan semakin meningkat, maka kurikulum haruslah menyesuaikan dengan kondisi, agar terarah dan terukur bila di terapkan dalam dunia pendidikan.
Dengan diterapkannya kebijakan pemerintah (DepDikNas) yaitu pengembangan kurikulum operasional dilakukan setiap satuan pendidikan dengan program kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), maka seluruh jajaran di setiap satuan pendidikan harus memiliki pemahaman kurikulum, dan secara operasional harus dijadikan rujukan dan implementasikan kurikulum di setiap satuan pendidikan yang dikelola.
Kurikulum adalah rencana pendidikan yang sangat berpengaruh dalam pendidikan. Kurikulum haruslah dipahami dan dikuasai oleh setiap jajaran pendidikan agar kurikulum bisa diterapkan, karena kurikulum sangat berpengaruh da menentukan nasib pendidikan, maka kurikulum haruslah di buat dengan semaksimal mungkin. Kurikulum yang kuat sangat diharapkan dalam kemajuan dan perkembangan dunia pendidikan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu landasan kurikulum yang sangat kokoh agar kurikulum bisa di jalankan semaksimal mungkin.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar setiap bentuk lndasan ini bisa berjalan dan diterapkan, maka akan dibahas di bawah ini dari setiap landasan tersebut.

B.  RUMUSAN MASALAH
1.      Apa itu landasan Filsafat?
2.      Apa itu landasan Psikologis?
3.      Apa itu landasan Sosiologis?
4.      Apa itu lndasan IPTEK
5.      Bagaimana kaitannya landasan Fislafat dengan kurikulum?
6.      Bagaimana kaitannya landasan Psikologis dengan kurikulum?
7.      Bagaimana kaitannya landasan Sosiologis dengan kurikulum?
8.      Bagiaman kaitannya landasan IPTEK dengan kurikulum?
9.      Tujuan landasan-landasan tersebut?

C.  TUJUAN MAKALAH
Setelah membahas keempat jenis landasan ini, pembaca di harapkan bisa memiliki pehamana sebagai berikut:
1.      Dapat memahami dan mengimplementasikan penerapan landasan Filososfis dalam pengembangan kurikulum.
2.      Dapat memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Psikologisdalam pengembangan kurikulum.
3.      Dapat memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Sosiologis. dalam mengembangkan kurikulum.
4.      Dapat memahami dan mengimplemntasikan penerapan landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam mengembangkan kurikulum.



D.  METODE PEMBUATAN MAKALAH
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah studi pustaka yangdilakukan dengan mencari dan membaca berbagai literatur berupa media cetak dan elektronik.



BAB II
PEMBAHASAN
LANDASAN-LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM

A.  LANDASAN FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.      Pengertian
Istilah filsafat berasal dari bahasa Inggris ‘phylosophy’ yang berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan secara opereasional, filsafat  mengandung dua pengertian, yaitu filsafat sebagai proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau pemikiran (Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan, 2011: 77-78).
Ada beberapa beberapa bentuk filsafat yang punya hubungan lebih erat dengan pendidikan yaitu :
·         Metafisika : yaitu filsafat yang membahas tentang segala yang di dalam alam ini.
·         Efistimologi: yaitu filsafat yang membahas tentang suatu kebenaran.
·         Oksiologi: yaitu filsafat yang membahas tentang nilaiFilsafat adalah merupakan sumber dari berbagai ilmu pengetahuan
·         Humanologi.
Filsafat membahas berbagai masalah yang dihadapi oleh manusia termasuk juga tentang masalah- masalah pendidikan dan filsafat juga merupakan aplikasi dari pemikiran – pemikiran filosof untuk memecahkan masalah- masalah pendidikan.Filsafat letak jantung pendidikan, hal ini menjelaskan bahwa kurikulum merespon banyak pertanyaan tentang bagaimana agar bisa lebih baik. Philosophy lies at the heart of educational endeavor, this is perhaps more evedent in curriculum is a response to the questionof how to live good life (John Dewey: 1916).
Landasan filosofis memberikan arah pada semua keputusan dan tindakan manusia, karena filsafat merupakan pandangan hidup, orang, masyarakat, dan bangsa. Dalam pengembangan kurikulum senantiasa berpijak pada aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan.
Landasan filosofis tidak akan lepas pengembangan kurikulum, untuk mencari sebuah solusi dalam menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan landasan filosofis suatu kurikulum akan lebih mudah di kembangkan
2.      Manfaat Filsafat Pendidikan
Menurut Nasution (1982) ada beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
a.       Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah.
b.      Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus dicapai.
c.       Filsafat dan tujuan pendidikan memberi kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
d.      Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
e.       Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.

3.      Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Pandangan-pandangan filsafat  sangat dibutuhkan dalam pendidikan,  terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan.  Filsafat akan menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan eksistensinya.Filsafat  atau pandangan hidup  yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Sistem nilai atau filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain, filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia bersumber pada pandangan  hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara  yaitu Pancasila.  Ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa peserta didik agar menjadi manusia yang ber-Pancasila. Dengan kata lain, landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu  sendiri.
Nilai-nilai filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia dicerminkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional seperti tertuang  dalam UU  No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , yaitu: Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang terkandung dalam rumusan Pancasila.

4.      Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan.  Karena tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka kurikulum yang dikembangkan juga  harus mencerminkan falsafah  atau  pandangan hidup yang dianut oleh bangsa tersebut. Oleh karena itu, terdapat hubungan yang sangat erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara  yang dianutnya.

5.      Aliran dan Filsafat Pendidikan
Menurut Redja Mudyahardjo (1989) terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya, dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: Idealisme, Realisme, dan Pragmatisme. Redja Mudyahardjo (2001) merangkum konsep-konsep ketiga aliran filsafat tersebut dan implikasinya   terhadap pendidikan sebagai berikut:
a.       Idealisme
1)      Konsep-konsep Filsafat
a.       Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat spititual atau rohaniah.
b.      Humanologi (hakikat manusia): Jiwa dikaruniai kemampuan berpikir/rasional.  Kemampuan berpikir menyebabkan adanya kemampuan memilih.
c.       Epistemologi (hakikat  pengetahuan): Pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai  akal pikiran yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.
d.      Aksiologi (hakikat  nilai): Kehidupan manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari pandangan tentang kenyataan atau metafisika. Hakikat nilai bersifat absolut/mutlak.

2)      Konsep-konsep Pendidikan
a.       Tujuan  pendidikan: Tujuan-tujuan pendidikan formal dan informal, pertama-tama adalah pembentukan karakter, dan kemudian tertuju pada pengembangan bakat dan kebajikan sosial.
b.      Isi pendidikan: Pengembangan kemampuan  berpikir melalui pendidikan liberal atau pendidikan umum, penyiapan keterampilan bekerja sesuatu mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
c.       Metode  pendidikan: Metode pendidikan yang disusun adalah metode dialektik/dialogik, meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif). Cnderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
d.      Peranan  peserta didik dan  pendidik: Peserta didik  bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidik bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan kemampuan ilmiah. Tugas utama pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar secara efisien dan efektif.

b.      Realisme
1)      Konsep-konsep Filsafat
a.       Metafisika (hakikat realitas): Realitas atau kenyataan yang sebenarnya bersifat fisik atau materi.
b.      Humanologi (hakikat  manusia): Hakikat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakannya. Jiwa merupakan sebuah organisme yang sangat kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir. Manusia mungkin mempunyai kebebasan atau tidak mempunyai kebebasan.
c.       Epistemologi (hakikat pengetahuan): Pengetahuan diperoleh melalui penginderaan dengan menggunakan pikiran. Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya dengan fakta. Aksiologi (hakikat nilai): Tingkah laku manusia diatur oleh hukum alam yang diperoleh melalui ilmu; dan pada taraf yang lebih rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji dalam kehidupan.

2)      Konsep-konsep Pendidikan
a.       Tujuan  pendidikan: Tujuan pendidikan adalah dapatmenyesuaikan diri secara tepat dalam hidup dan dapat melaksanakan tanggung jawab social
b.      Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum komprehensif yang berisi semua pengetahuan yang berguna bagi penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab sosial. Kurikulum berisi unsure-unsur pendidikan liberal/pendidikan umum untuk mengembangkan kemmapuan berpikir, dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
c.       Metode pendidikan didasarkan pada pengalaman langsung maupu tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis, bertahap atau berurutan. Pembiasaan merupakan sebuah metode pokok yang dipergunakan oleh penganut realism.
d.      Peranan peserta  didik dan  pendidik: Dalam hubungannya dengan pembelajaran, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang dapat berubah-ubah. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan. Peranan pendidik  adalah menguasai pengetahuan, terampil  dan  teknik mendidik, dan memiliki  kewenangan untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
c.       Pragmatisme
1)      Konsep-konsep Filsafat
a.       Metafisika (hakikat  realitas): Suatu teori umum tentang kenyataan tidak mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik. Segala sesuatu dalam alam dan kehidupan adalah berubah (becoming).
b.      Humanologi (hakikat  manusia): Manusia adalah hasil evolusi  biologis, psikologis dan sosial. Ini berarti setiap manusia tumbuh secara berangsur-angsur mencapai kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial.
c.       Epistemologi (hakikat  pengetahuan): Pengetahuan bersifat relatif dan terus berkembang. Pengetahuan yang benar adalah yang ternyata berguna bagi kehidupan.
d.      Aksiologi (hakikat  nilai): Ukuran tingkah laku perorangan dan sosial ditentukan secara eksperimental dalam pengalaman-pengalaman hidup. Ini  berarti tidak ada nilai yang absolut.

2)      Konsep-konsep Pendidikan
a.       Tujuan pendidikan: Tujuan pendidikan adalah memperoleh pengalaman yang berguna untuk memecahkan masalah-masalah baru dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Tujuan pendidikan tidak ditentukan dari luar kegiatan pendidikan tetapi terdapat dalam setiap proses pendidikan. Dengan demikian tujuan pendidikan adalah pertumbuhan sepanjang hidup.
b.      Isi pendidikan: Isi pendidikan adalah kurikulum berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji serta  minat-minat dan kebutuhan-kebutuhan anak, dan pendidikan liberal yang menghilangkan pemisahan antara pndidikan umum dengan pendidikan praktis/vokasional.
c.       Metode pendidikan: Berpikir reflektif atau metode pemecahan masalah merupakan metode utamanya, terdiri atas langkah-langkah: Penyadaran suatu masalah, observasi kondisi-kondisi yang ada, perumusan dan elaborasi tentang suatu kesimpulan,  Pengetesan melalui suatu eksperimen.
Peranan peserta didik dan pendidik: Peserta didik adalah sebuah organisme  yang rumit  yang mampu tumbuh.Peranan  pendidik adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar tanpa terlampau banyak mencampuri urusan minat dan kebutuhan peserta didik.


B. LANDASAN PSIKOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kondisi psikologis setiap individu berbeda, karena perbedaan tahap perkembangannya, latar belakang sosial-budaya, juga karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa dari kelahirannya. Kondisi ini pun berbeda pula bergantung pada konteks, peranan, dan status individu diantara individu-individu lainnya. Interaksi yang tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sudah pasti berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Adanya kurikulum diharapkan dapat membentuk tingkah laku baru berupa kemampuan atau kompetensi aktual dan potensial dari setiap peserta didik, serta kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006 : 50)  kondisi psikologis adalah kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses perkembangan. Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan perkembangan peserta didik tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik. Penyesuaian yang dimaksud berkaitan dengan segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

1.  Perkembangan Peserta Didik Dan Kurikulum
Setiap individu dalam hidupnya melalui fase-fase perkembangan. Mengenai penentuan fase-fase perkembangan tersebut para ahli mempunyai pendapat yang berlainan.
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar (pendidikan), Syamsu Yusuf (2005:23),  menegaskan bahwa penahapan perkembangan yang digunakan sebaiknya bersifat elektif, artinya tidak terpaku pada suatu pendapat saja tetapi bersifat luas untuk meramu dari berbagai pendapat yang mempunyai hubungan yang erat. Menurut Syamsu Yusuf tahap-tahap perkembangan peserta didik yaitu:

1.      Masa usia PraSekolah (0 tahun-6 tahun)
2.      Masa usia sekolah dasar (6 tahun-12 tahun)
3.      Masa usia sekolah menengah (12 tahun-18 tahun)
4.      Masa usia mahasiswa (18 tahun-25 tahun)
Setiap tahap perkembangan  memiliki karakteristik  tersendiri, karena ada dimensi-dimensi perkembangan tertentu yang lebih dominan dibandingkan dengan tahap perkembangan lainnya. Atas dasar itu kita dapat memahami karakteristik profil pada setiap tahapan perkembangannya.  Syamsu Yusuf (2005:23-27) menguraikan karakteristik tahap-tahap perkembangan individu yang digambarkan di atas sebagai berikut:
1)   Masa Usia Prasekolah
Masa usia prasekolah dapat dirinci menjadi dua masa, yaitu masa vital dan masa estetik. Pada masa vital, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk merespon berbagai hal yang terdapat di lingkungannya.  Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan dan ketidaknikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya, tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar.  Pada masa ini perkembangan fisik berlangsung sangat pesat dibandingkan dengan aspek-aspek perkembangan lainnya.
Pada tahun kedua anak telah belajar berjalan, dengan mulai berjalan anak akan mulai belajar menguasai ruang dari ruang yang paling dikenalnya menunju ruang yang lebih jauh. Pada tahun kedua juga, umumnya terjadi pembiasaan terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan, an aka belajar mengendalikan dorongan-dorongan yang datang dari dalam dirinya misalnya buang air kecil atau buang air besar. Masa  estetik  adalah masa berkembangnya rasa keindahan dan masa peka bagi anak untuk memperoleh rangsangan (stimulasi) melalui seluruh inderanya (pengl ihatan, penciuman, pendengaran, pengecap, da peraba). Para ahli pendidikan anak usia dini menyebut masa ini adalah  the golden age  atau masa emas, karena masa ini adalah saat yang tepat bagi anak untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangannya secara menyeluruh.

2)   Masa Usia Sekolah Dasar
Fase ini disebut juga periode intelektual, karena pada usia ini anak mulai menunjukkan perhatian yang besar terhadap dunia ilmu pengetahuan tentang alam dan sekitarnya. Pada usia 6-7 tahun biasanya anak telah memiliki  kesiapan untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah dasar. Pada masa ini anak-anak lebih mudah diarahkan, diberi tugas yang harus diselesaikan, dan cenderung mudah untuk belajar berbagai kebiasaan seperti makan, tidur, bangun, dan belajar pada waktu dan tempatnya  dibandingkan dengan masa prasekolah.

3)      Masa Usia Sekolah Menengah
Masa usia sekolah  menengah  bertepatan dengan masa remaja.  Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian  karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa.
Pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana diuraikan di atas  berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
1)      Setiap  peserta didik hendaknya  diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya.
2)      Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di sekolah,  juga perlu disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak.
3)      Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar  baik yang bersifat kejuruan  maupun  akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
4)      Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung  aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan  pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pemahaman tentang peserta didik terhadap proses pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1)      Tujuan pembelajaran yang dirumuskan  secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
2)      Bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kebutuhan peserta didik sehingga hasilnya bermakna bagi mereka.
3)      Strategi belajar mengajar yang digunakan  harus sesuai dengan tingkat  perkembangan anak.
4)      Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak.
5)      Sistem evaluasi  harus dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.

2.     Psikologi Belajar Dan Perkembangan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu studi tentang bagaimana individu belajar.  Pembahasan tentang  psikologi belajar  erat kaitannya dengan  teori  belajar.  Pemahaman tentang teori-teori belajar berdasarkan pendekatan psikologis adalah upaya mengenali kondisi objektif terhadap  individu anak  yang sedang mengalami proses belajar dalam rangka  pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaannya. Pemahaman yang luas dan komprehensif tentang berbagai teori belajar akan memberikan kontribusi yang sangat berharga bagi para  pengembang kurikulum baik  di tingkat makro  maupun tingkat  mikro untuk merumuskan model kurikulum yang diharapkan.
Pendekatan  terhadap belajar berdasarkan satu teori tertentu merupakan asumsi yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya berkaitan dengan  aspek-aspek dan akibat yang mungkin ditimbulkannya.  Sedikitnya ada tiga jenis teori belajar yang berkembang dewasa ini dan memiliki pengaruh terhadap pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya. Teori belajar tersebut adalah:
a)    Teori psikologi kognitif (kognitivisme),
b)   teori psikologi humanistic, dan
c)    teori psikologi behavioristik.

1)    Teori Psikologi Kognitif (Kogitivisme)
Teori psikologi kognitif dikenal dengan  cognitif gestalt field. Teori belajar ini adalah teori insight. Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan  insight  atau pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru  dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di  lingkungan, termasuk struktur  tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif. Pemahaman atau  insight  merupakan citra dari atau perasaan tentang pola-pola atau hubungan.
Teori belajar  Goal Insight  berkembang dari psikologi configurationlism. Menurut mereka, individu selalu bertujuan, diarahkan kepada pembentukan hubungan dengan lingkungan. Belajar merupakan usaha  untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi. Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak  cerdas, berwawasan luas,  dan  mampu memecahkan berbagai masalah.
Teori belajar  kognitif  bersumber pada psikologi lapangan (field psychology), dengan tokoh utamanya Kurt Lewin. Individu selalu berada dalam suatu lapangan psikologi yang oleh Kurt Lewin disebut life space. Dalam lapangan ini selalu ada tujuan yang ingin dicapai, ada motif yang mendorong pencapaian tujuan adalah dan ada hambatan-hambatan yang harus diatasi. Perbuatan individu selau terarah pada pencapaian sesuatu  tujuan, oleh karena itu sering dikatakan perbuatan individu adalah  purposive. Apabila ia telah berhasil mencapai suatu tujuan maka timbul tujuan yang lain yang ingin dicapai dan berada dalam life space baru. Setiap orang berusaha mencapai tingkat perkembangan dan pemahaman yang terbaik  di dalam lapangan psikologisnya masing-masing. Lapangan psikologis terbentuk oleh interelasi yang simultan dari orang-orang dan linkungan psikologisnya didalam suatu situasi. Tingkah laku seseorang pada suatu saat merupakan fungsi dari semua faktor yang ada yang saling bergantung pada\ yang lain.
Istilah  cognitive  berasal dari bahasa Latin “cognose” yang berarti mengetahui (to know). Aspek ini dalam teori belajar cognitive field  berkenaan dengan bagaimana individu memahami dirinya dan lingkungannya, bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan pengenalannya serta berbuat terhadap lingkungannya. Bagi penganut  cognitive field, belajar merupakan suatu proses interaksi, dalam proses interaksi tersebut ia mendapatkan pemahaman baru atau menemukan struktur kognitif lama. Dalam membimbing proses belajar, guru harus mengerti akan dirinya dan orang lain, sebab dirinya dan orang lain serta lingkungannya merupakan suatu kesatuan.
Para ahli psikologi kognitif yang memusatkan perhatian pada perubahan dalam aspek kognisi, percaya bahwa belajar adalah suatu kegiatan mental internal yang tidak dapat diamati secara langsung.  Menurut teori ini cara belajar orang dewasa berbeda dengan  cara belajar anak, dimana cara belajar orang dewasa lebih banyak melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi.  Menurut Piaget (1954) cara-cara tertentu berpikir yang dipandang sederhana oleh orang dewasa tidak demikian sederhana dipandang oleh anak-anak.  Untuk menjelaskan proses belajar harus mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang turut ambil bagian selama proses belajar berlangsung.  Teori ini juga menyatakan bahwa satu unsur yang paling penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa individu ke dalam situasi belajar, artinya segala sesuatu yang telah kita ketahui sangat menentukan keluasan pengetahuan dan informasi yang akan kita pelajari.
Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru. Karena itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi (information processing theory ).Piaget (1970)memperkenalkan empat faktor yang mendasari seseorang membuat pemahaman, yaitu:
a.    Kematangan, yaitu saatnya seseorang siap melaksanakan suatu tugas perkembangan tertentu.
b.    Aktivitas, adalah kemampuan untuk bertindak terhadap lingkungan dan belajar darinya.
c.    Pengalaman sosial, proses belajar dari orang lain atau interaksi dengan orang-orang yang ada di sekitar kita
d.   Ekuilibrasi adalah proses terjadinya perubahan-perubahan aktual dalam berpikir.
Para ahli psikologi kognitif memandang bahwa kemampuankognisi seseorang mengalami tahapan perkembangan. Tahap-tahap perkembangan kognitif  tersebut  menggambarkan kemampuan berpikir seseorang sesuai dengan usianya.  Piaget (Woolfolk, 206:33) membagi tahapan perkembangan kognitif dari usia anak sampai dewasa menjadi empat tahap sebagai berikut:
A.    Tahap sensorimotor (0-2 tahun), tingkah laku anak pada tahapini dikendalikan  oleh perasaan dan aktivitas motorik. Anak belajar melalui inderanya dan dengan cara memanipulasi benda -benda.
B.     Tahap praoperasional (2-7 tahun). Tahap ini dibagi ke dalam dua fase yaitu:
1.      Subtahap fungsi simbolik (2-4 tahun), adalah priode egosentris yang sesungguhnya, anak mampu mengelompokkan dengan cara yang sangat sederhana.
2.      Subtahap fungsi intuitif (4-7 tahun), anak  secara perlahan mulai berpikir dalam bentuk kelas, menggunakan konsep angka, dan melihat hubungan yang sederhana.
C.     Tahap operasi kongkrit (7-11 tahun),  mampu memecahkan masalah kongkrit, mengembangkan kemampuan untuk menggunakan dan memahami secara sadar operasi logis  dalam matematika, klasifikasi dan rangkaian.
D.    Tahap operasi formal (11 tahun-dewasa),  mampu  memahami konsep abstrak (kemampuan untuk berpikir tentang ide, memahami hubungan sebab akibat, berpikir tentang masa depan, dan mengembangkan serta menguji hipotesis).

Berdasarkan  tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan Piaget di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa cara berpikir anak prasekolah berbeda dengan anak usia SD, demikian pula cara berpikir anak SD berbeda dengan cara berpikir anak SLTP, SLTA. Karena itu teori perkembangan kognitif Piaget mengimplikasikan bahwa proses belajar mengajar harus memperhatikan tahap perkembangan kognisi anak. Ini berarti bahwa guru mempunyai peranan penting  untuk  menyesuaikan keluasan dan kedalaman program belajar, menggunakan strategi pembelajaran, memilih media dan sumber belajar  dengan tingkat perkembangan kognisi anak.
Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari Piaget, guru mempunyai peranan dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
A.    Merancang program, menata lingkungan yang kondusif, memilih materi pelajaran, dan mengendalikan aktivitas murid untuk melakukan inkuiri dan interaksi dengan lingkungan.
B.     Mendiagnosa tahap perkembangan murid, menyajikan permasalahan kepada murid yang sejajar dengan tingkat perkembangannya.
C.     Mendorong perkembangan murid kearah perkembangan berikutnya dengan cara memberikan latihan, bertanya dan mendorong murid untuk melakukan eksplorasi.  (Y. Suyitno, 2007:101-102).

2)    Teori Psikologi Behavioristik
Teori belajar behavioristik disebut juga  Stimulus-Respon Theory  (S-R). Kelompok ini mencakup tiga teori yaitu  S-R Bond, Conditioning,  dan  Reinforcement.  Kelompok teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Lingkunganlah  yang membentuknya, apakah lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat; lingkungan manusia, alam, budaya, maupun religi. Kelompok teori ini tidak mengakui sesuatu yang bersifat mental. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
Teori S-R Bond (stimulus-respon) bersumber dari psikologi keneksionisme atau teori asosiasi dan merupakan teori pertama dari rumpun Behaviorisme.  Menurut konsep mereka, kehidupan ini tunduk kepada hukum stimulus–respon atau aksi-reaksi. Setangkai bunga dapat merupakan suatu stimulus dan direspon oleh mata dengan cara meliriknya. Kesan indah yang diterima individu dapat merupakan stimulus yang mengakibatkan terespon memetik bunga tersebut. Demikian  halnya dengan belajar, terdiri atas rentetan hubungan stimulus-respon. Belajar adalah upaya membentuk hubungan stimulus respon sebanyak-banyaknya. Tokoh utama dari teori ini adalah Edward L. Thorndike. Ada tiga hukum belajar yang terkenal dari Thorndike, yaitu  law of readiness, law of excercise or repetition  dan  law of effect  (Bigge dan Trust, 1980:273).
Menurut hubungan kesiapan  (law of readiness), hubungan antara stimulus dan respons akan terbentuk atau mudah terbentuk apabila ada kesiapan pada si stem syaraf individu. Selanjutnya, hukum latihan  (law of exercise)  atau pengulangan, hubungan antara stimulus dan respon  akan terbentuk apabila sering dilatih atau diulang-ulang. Menurut hukum akibat  (law of effect) , hubungan stimulus-respon akan terjadi apabila ada akibat yang menyenangkan.
Teori kedua dari rumpun behaviorisme adalah conditioning atau stimulus-responce with conditioning. Tokoh utama dari teori ini adalah  John B.  Watson, terkenal dengan percobaan conditioning pada anjing. Belajar atau pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas  misalnya  dibunyikan bel, demikian setiap hari dan setiap pertukaran jam pelajaran. Bunyi bel menjadi kondisi bagi anak sebagai tanda memulai pelajaran di sekolah. Demikian juga dengan waktu  makan pagi, siang dan makan malam dikondisikan oleh bunyi jam dan atau jarum jam.
Teori ketiga adalah  reinforcement  dengan tokoh utamanya C.L.Hull. Teori ini berkembang dari teori psikologi, reinforcement merupakan perkembangan lanjutan dari teori S-R Bond dan conditioning. Kalau pada teori  conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka pada teori  reinforcement  kondisi diberikan pada respon. Karena anak belajar sungguh-sungguh (stimulus) selain ia menguasai apa yang diberikan (respon) maka guru memberi angka tinggi, pujian, mungkin juga hadiah. Angka tinggi, pujian dan hadiah merupakan  reinforcement, supaya pada kegiatan belajarnya akan lebih giat dan sungguh-sungguh.
Contoh  reinfcement dalam pembelajaran  reinforcement.  Disamping reinforcement positif seperti itu dikenal pula Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
a.    Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik.
b.    Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar.
c.    Mengidentifikasi  reinforce  yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa.
d.   Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola perilaku yang dikehendaki (Y. Suyitno, 2007:106)


3)    Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Karena itu teori ini disebut juga dengan “self theory”. Manusia yang mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan potensinya dan merasa dirinya itu utuh, bermakna, dan berfungsi atau full functioning person (Y. Suyitno, 2007:103).
Berbeda dengan teori belajar  behavioristik, teori humanistik menolak proses mekanis dalam belajar, karena belajar adalah suatu proses mengembangkan pribadi secara utuh.  Keberhasilan siswa dalam  belajar tidak ditentukan oleh  guru atau faktor-faktor eksternal lainnya, akan tetapi oleh siswa itu sendiri.  Belajar melibatkan faktor intelektual dan emosional.  Aliran ini percaya bahwa dorongan untuk belajar timbul dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik).  Carl R. Roger (Y. Suyitno, 2007:103) mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi humanistik sebagai berikut:
A.    Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.
B.     Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
C.     Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
D.    Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik intelektual maupun perasaan.
E.     Sikap berdiri sendiri,  kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri. Penilaian dari luar  merupakan hal yang sekunder.
Bertentangan dengan teori  behavioristik yang lebih menekankan partisipasi aktif guru dalam belajar, peranan guru menurut teori belajar behavioristik adalah sebagai  pembimbing, sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan kepada siswa dalam belajar. Menurut Carl R. Rogers, peran guru sebagai fasilitator dapat dijabarkan sebagai berikut:
A.    Membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif dan sikap positif terhadap belajar.
B.     Membantu siswa mengklasifikasikan tujuan belajar, dan guru memberikan kesempatan secara bebas kepada siswa untuk menyatakan apa yang hendak dan ingin mereka pelajari.
C.     Membantu siswa mengembangkan dorongan dan tujuannya sebagai kekuatan untuk belajar.
D.    Menyediakan usmber-sumber belajar, termasuk juga menyediakan dirinya sebagai sumber belajar bagi siswa.  (Y. Suyitno, 2007:104)
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai seorang yang memiliki potensi , minat, kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan dirinya secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa siswa adalah sumber belajar yang potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori belajar ini lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.


C.  LANDASAN SOSIOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Landasan sosiologis pengembangan kuikulum adalah asumsi – asumsi yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis dikarenakan anak-anak yang berasal dari masyarakat mendapatkan pendidikan baik formal, informal, maupun non foral dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala karakterisasinya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan pendidikan.
Apabila dipandang dari sosiologinya, pendidikan adalah suatu proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi , pendidikan adalah ‘enkulturasi’atau pembudayaan. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997:58) bahwa ‘Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut’ . kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk yang berbudaya.
1.    Masyarakat Dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan sendiri ke dalam kelompok-kelompok yang berbeda, atau suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Setiap masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri sehingga yang membedakan satu sama lainnya adalah kebudayaan. Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang terjadi keyakinan pemikiran seseorang. Dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung kepada kebudayaa dimana ia hidup.
Menurut Daud Yususf (1982), terdapat tiga sumber nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu (1) logika adalah aspek pengetahuan dan penalaran, (2) estetika yang berkaitan dengan aspek emosi atau perasaan, dan (3) etika yang berkaitan dengan aspek nilai. Ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah nilai-nilai yang bersumber pada logika (pikiran). Sebgai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada hakikatnya adalah hasil kebudayaan manusia, maka kehidupan manusia semakin luas, semakin meningkat sehingga tuntutan hidup pun semakin tinggi.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat dan dalam konteks ini kurikulum harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan tersebut dengan memenuhi dari segi kurikulum, segi pendekatan dan strategi pelaksanaannya, oelh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat, agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan siswa di masyarakat.
Penerapan teori, prinsip, hukum dan konsep-konsep yang terdapat dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna dalma hidupnya. Tyler (1946), Taba (1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan Keller (1997) memaparkan tujuan fungsi sosial pendidikan, yaitu :
1.      Mengajar keterampilan
2.      Mentransmisikan budaya
3.      Mendorong adaptasi lingkungan
4.      Membentuk kedisiplinan
5.      Mendorong bekerja berkelompok
6.      Meningkatkan perilaku etika, dan
7.      Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilu pengetahuan dan teknologi dalam suatu masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan masyarakat modern. Karena itu sangatlah penting memperhatikan faktor karakteristik masyarakat dalam pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat dipengaruhi oleh falsafah hidup, nilai-nilai IPTEK, dan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses pendidikan yang relevan dan agar tercipta proses pendidikan yang sesuai diperlukan kurikulum yang landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.

2.    Kebudayaan Dan Kurikulum
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan, cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nnilai yang telah disepakati oleh masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan kebudayaan sebagai segenap perwujuda dan keseluruhan hasil pikiran (logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka perkembangan kepribadian mansia, perkembangan hubungan dengan manusia, hubungna manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kebudayaan diwujudkan dalam tiga gejala :
1.      Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain. Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak yang erada dalam alam pikiran manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada
2.      Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam bermasyarakat dan disebut sistem sosial, dimana aktivitas mausia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan diobservasi. Tindakan berpola manusia tetu didasarkan oleh wujud kebudayaan yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia yang merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang telah dimilikinya
3.      Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat. Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketida ini adalah produk dari wujud kebudayaan yang pertama dan kedua

Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1.      Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Dan hal tersebut dapat diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya, keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan. Maka sekolah/lembaga pendidikan mempunyai tugas khusus untuk memberikan pengalaman kepada para peserta didik dengan salah satu alat yang disebut kurikulum
2.      Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi sosial masyarakat yang sangat beragam, seprti masyarakat industri, pertanian, nelayan, dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai makhluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan kebudayaan yang bersifat umum seperti : nilai-nilai, sikap-sikap, pengetahuan, dan kecakapan.
Pendidikan beruatan kebudayaan khusus untuk aspek-aspek kehidupan tertentu dan berkenaan dengan kelompok yang sifatnya vokasional.
Indonesia memiliki ciri khas mengenai adat istiadat yang beragam dari setiap wilayahnya. Keanekaragaman tersebut bukan hanya dalam kebudayaan tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya dan hal tersebut harus dilestarikan dan dikembnagkan melalui upaya pendidikan. Dari kenyataan tersebut, maka pengembangan kuruikulum sekolah mengakomodasi unsur-unsur lingkungan yang menjadi dasar dala menetapkan materi kurikulum muatan lokal. Dan gagasan pemerintah untuk melestarikan pengembangan kurikulum muatan lokal tersebut dimulai pada sekolah dasar, telah diwujudkan dalam keputusan Menter Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0412/U/1987 Tanggal 11 Juli 1987 tentang Penerapan Muatan Lokal Sekolah Dasar kemudian disusul dengan penjabaran pelaksanaannya dalam keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah No. 173/C/Kep/M/1987 Tanggal 7 Oktober 1987. Mnedikbud menyatakan : ‘Dalam hal ini harus diingat bahwa adanya muatan lokal dalam kurikulum bukan bertujuan agar anak terjerat dalam lingkungannya semata-mata. Semua anak berhak mendapatkan kesempatan guna lebih terlibat dalam mobilitas yang melampaui batas lingkungannya sendiri’ 9Umar Tirtarahardja dan Ia Sula, 2000:274).
Muatan lokal adalah pendidikan yang isi dan media penyapaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah. Yang dimaksud isi adalah materi pelajaran atau bahan ajar yang dipilih dari lingkungan dan dijadikan program untuk dipelajari siswa di bawah bimbingan guru. Media penyampaian adalah metode dan berbagai alat bantu pembelajaran yang digunakan dalam menyajikan isi muatan lokal yang diambil dari menggunakan sumber lingkungan yang dekat dengan kehidupan peserta didik.
Contoh kurikulum muatan lokal yang saat ini sudah dilaksanakan di sebagian besar sekolah adalah mata pelajaran keterampilan, kesenian, dan bahasa daerah.
Tujuan pengembangan kurikulum muatan lokal dapat dilihat dari kepentingan nasional dan kepentingan peserta didik. Dalam hubungannya dengan kepentingan nasional muatan lokal bertujuan :
a.      Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang khas daerah.
b.      Mengubah nilai dan sikap masyarakat terhadap lingkungan ke arah yang positif.
Jika dillihat dari sudut kepentingan peserta didik pengembangan kurikulum uatan lokal bertujuan :
a.       Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap lingkungannya (lingkungan alam, sosial, dan budaya).
b.      Mengakrabkan peserta didik dengan lingkungannya sehingga mereka tidak asing dengan lingkungannya.
c.       Menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari untuk memecahkan masalah yang ditemukan di lingkungan sekitarnya.
(Umar Tirtarahardja dan La Sula, 2000:276)

D.  LANDASAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGIS DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin.
Dari para ahli, kita sering mendengar pernyataan bahwa ilmu bukan hanya untuk ilmu. Hal ini berarti, perkembangan ilmu pengetahuan diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada bidang-bidang kehidupan atau ilmu ynag lainnya. Sumbangan yang berupa penggunaan tau penerapan suatu bidang ilmu pengetahuan terhadap bidang-bidang lain disebut teknologi seperti yang Menurut Iskandar Alisyahbana “Teknologi ialah cara melakukan sesuatu    untuk memenuhi kehidupan manusia dengan bantuan alat dan akal (hardware  dan  software), sehingga sekan-akan memperpanjang, memperkuat, atau membuat lebih ampuh anggota tubuh.
Perkembangan yang begitu cepat pada beberapa dekade terakhir adalah perkembangan teknologi transportasi, komunikasi, dan informatika, serta media cetak.  Perkembangan teknologi terbesar dalam pertengahan abad ke-20 berkenaan dengan penjelajahan luar angkasa. Temuan-temuan dibidang fisika, kimia, dan matematika mengembangkan teknologi ruang angkasa dan kemiliteran.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.
Pendidikan juga mendapat pengaruh yang cukup besar dari ilmu dan technology. Pendidikan sangat erat hubungannya dengan kehidupan sosial, sebab pendidikan merupakan salah satu aspek sosial. Pendidikan tiadak terbatas pada pendidikan formal saja, melainkan juga pendidikan  nonformal. Sebab pendidikan meliputi segala usaha sendiri atau usaha pihak luar untuk meningkatkan pengetahuan dan kecakapan, memperoleh keterampilan, dan membentuk sikap-sikap tertentu.
Perkembangan IPTEK, baik secara langsung maupun tidak langsung menuntut perkembangan pendidikan. Pengaruh langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan isi atau materi atau bahan yang akan disampaikan dalam pendidikan. Pengaruh tak langsung adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi menyebabkan perkembangan masyarakat, dan perkembangan masyarakat menimbulkan problem baru yang menuntut pemecahan dengan pengetahuan, kemampuan, keterampilan baru yang dikembangkan dalam pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.
Ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang disusun secara sistematis yang dihasilkan melalui riset atau penelitian. Sedangkan teknologi adalah  aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis  dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan.  Sejak abad pertengahan ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kini banyak didasari oleh penemuan dan hasil pemikiran para filsuf purba seperti Plato, Socrates, Aristoteles, John Dewey, Archimides, dan lain-lain.
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia, dewasa ini banyak dihasilkan temuan -temuan baru dalam  berbagai bidang kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kehidupan lainnya.  Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) bukan menjadi monopoli suatu bangsa atau kelompok tertentu.  Baik secara langsung maupun tidak langsung perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berpengaruh  pula terhadap pendidikan. Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal -balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat -alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengaplikasikannya.
Kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan dari penggunaan alat-alat hasil industri seperti televisi, radio, video, komputer, dan peralatan lainnya. Penggunaan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan program pendidikan, apalagi disaat perkembangan produk teknologi komunikasi yang semakin canggih, menuntut pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan yang memadai  dari para  guru dan pelaksana program pendidikan lainnya. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka penge mbangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi  secara langsung  berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup pengembangan  isi/materi pendidikan, penggunaan  strategi dan media pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi.  Secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk dapat  membekali  peserta didik    agar memiliki  kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi. Selain itu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah pendidikan.


BAB III
PENUTUP

A.  SIMPULAN
Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam
Dari setiap landasan pengembangan kurikulum yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa begitu pentingnya suatu landasan dalam sebuah kurikulum, karena kurikulum adalah sebuah rencana pendidikan, diperlukan landasan yang sangat akurat. Agar nantinya bisa membantu dalam pengembangan dan kemajuan proses pendidikan serta tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Oleh karena itu landasan yang digunakan untuk mengembangkankan kurikulum harus dicari dengan seleksi yang ketat agar menghasilkan landasan yang kuat dan tepat. Pemahaman dan cara implementasi yang tepat adalah awal yang baik untuk menajalankan kurikulum. Karena kerugian   pendidikan sangat besar jika kurikulum tersebut tidak dilakukan dengan baik. Peran kurikulum ini sangat berpengaruh, jadi dibutuhkan landasan yang kokoh dan kuat serta implementasinya yang tepat.

B.  SARAN PENULIS
Sejalan dengan kesimpulan di atas, penulis merumuskan saran sebagai berikut:
1.      Pembaca harus benar-benar bisa menjalankan dan memahami kurikulum serta landasan dalam pengembangan kurikulum.
2.      Dalam penulisan makalah ini, penulis yakin masih banyak kekurangan yang belum dapat disempurnakan oleh penulis, oleh karena itu semoga teman-teman yang  membaca dapat menyempurnakan kekurangan-kekurangan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Musafa, Nanang. (2012). Peran Landasan Pengembangan Kurikulum Terhadap Komponen Materi Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://kampus215.blogspot.com/2012/11/peran-landasan-pengembangan-kurikulum.html (7 Pebruari 2013)
Mukrima, Syifa. (2012). Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.slideshare.net/SyifaMukrimaa/landasan-pengembangan-kurikulum-15129959 (7 Pebruari 2013)
Muhtar, Zulkifli. (2011). Makalah Landasan Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia:http://blogzulkifli.wordpress.com/2011/06/06/makalah-landasan-pengembangan-kurikulum/ (7 Pebruari 2013)
Yuliawati, Lilis. (2010). Pentingnya Landasan Psikologis dalam Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [Online]. Tersedia: http://hipkin.or.id/pentingnya-landasan-psikologis-dalam-pengembangan-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan/      (7 Pebruari 2013)
Rudi, Fedelis. (2013). Landasan Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Dan teknologi Dalam Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://fedelisrudi.blogspot.com/2013/01/landasan-sosiologis-ilmu-pengetahuan.html (7 Pebruari 2013)
Nurdin, Ahmat. (2012). Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Pengembangan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://www.ahmatnurdin.com/landasan-ilmu-pengetahuan-dan-teknologi-dalam-pengembangan-kurikulum.html (7 Pebruari 2013)
Kasep, Carli. (2012). Kebudayaan Dan kurikulum.[Online]. Tersedia: http://id.scribd.com/doc/97550350/19/Kebudayaan-dan-Kurikulum (7 Pebruari 2013)
Masitoh. (2012). Landasan Kurikulum. [Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._KURIKULUM_DAN_TEK._PENDIDIKAN/194806261980112-MASITOH/ (7 Pebruari 2013)
Tim pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran.2009. Kurikulum dan Pembelajaran.Bandung: Jurusan Kurtekpen FIP UPI
Tim Dosen MKDP Landasan Pendidikan. 2011. Landasan Pendidikan .UPI: Bandung

1 komentar:

  1. Best Hotels Near Carson Casino Casino & Spa in Carson City, Nevada
    Carson City Casino & 정읍 출장안마 Spa · 제천 출장마사지 Harrah's Lake Tahoe · Eldorado Hotel & 포천 출장마사지 Casino 충청남도 출장샵 · Grand Canyon Hotel & Casino 영천 출장샵 · Harrah's Lake Tahoe · The V

    BalasHapus